Posts

Setengah Menyerah

Aku lemah. Jiwaku sering terbawa bisikan angin yang menyapa. Setiap detak jantung melafalkan alunan lesu yang tak kunjung mereda. Hari-hariku tertutup oleh awan abu-abu yang terbentuk dari kata. Namun, meski begitu, kulalui semuanya dengan tetap menggenggam hatiku di tempat semula. Tak kubiarkan diri ini pergi dari tempat yang seharusnya. Walaupun tarikannya kuat, aku pasti punya cara untuk menahan diri agar tidak terbawa. Tapi taukah kamu, akhir-akhir ini cengkramanmu erat sekali. Aku sampai hampir merasa sakit karenanya. Sepertinya aku yang lemah ini memang terlalu berusaha melawan takdir dengan mencoba bertahan. Yang tidak pernah kusadari bahwa sejak awal sebenarnya aku sudah mengikuti arusnya, namun selalu membelakanginya. Tak pernah ada lantunan dari bibir yang mengaku bahwa aku benar-benar lemah karenamu. Padahal serpihan kata indah untukmu sering kuhanyutkan dalam setiap doaku. Apakah mungkin karena kamu yang memang tidak tahu kalau kamu sudah sukses menarikku ke dalam lubang hi

Kacau

Dalam sunyi ketakutan meminta tolong  Dalam ramai bahagia meronta-ronta Searah nada tak ada suara Segumpal darah tak tau harus berbau apa Kaki kecil menari diatas pasir Matahari datang merangkul daratan Warna merah tak bisa dihindari Tanpa nada mulut pun bergerak Sering berkelana di sekitar kepala Mendongak tapi tak punya mata Tanpa otak manusia berpikir Ilusi besok akan jadi bahagia Malam bangun tak kunjung buka mata Sepasang mulut beradu nasib Bukan disana dirinya terlahir Tapi di kepala orang yang menatap Sudah berlari menuju kemarin Hati tetap menggenggam esok Walau duri membuat lupa Suatu hari akan hilang juga -Nurika Ramadhani-

Saat Kata Sudah Gila Karenanya

Jangan meredup, matamu Aku ingin menikmatinya, senyummu Setiap saat menghanyutkanku, suaramu Selalu melekat di ingatanku, tingkah lakumu Namun saat pergi jauh, parasmu Aku tak tau harus merindu kepada siapa, bayanganmu Jangan bersedih, sayangku Akan ada yang lebih sedih jika begitu, diriku Tetaplah tersenyum dan bahagia, mimpiku -Nurika Ramadhani-

A New Temporal Wave

Lagi, aku terbawa ombak yang datang dalam sekejap. Airnya sangat lembut dan memiliki kekuatan untuk membuatku tidak membara saat aku tidak ingin menjadi diriku sendiri. Dia adalah ombak yang kesekian. Seperti yang lain, hanya aku yang bisa merasakan deburannya. Ombak itu bahkan tidak tahu kalau dia mengenaiku saat menggulung dirinya di tepian laut. Padahal, bukan hanya aku yang terkena sapuannya. Aku yakin dia bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang sudah dilewatinya. Namun kenapa aku yang harus menanggung beban perasaan yang cukup membuatku gusar ini? Dia adalah ombak yang ke sekian. Yang kalau dipikir lebih dalam, maka ombak itu hanya hidup di pikiranku. Yang semakin bertambah hari semakin menaikkan kegundahanku. Bahkan saat cipratannya tidak mengenaiku, aku masih akan tetap melirik kearahnya. Aku paham betul beberapa hari lagi aku tidak akan merasakan semua hal ini. Seperti biasa, semua perasaan itu akan hilang dan ombak itu hanya akan menjadi beberapa kubik air di lautan. Walau

A Cold Starry Night

Aku sering bermimpi tentangmu akhir-akhir ini. Kau mengajakku naik naga peliharaanmu yang besar itu. Aku menolaknya, tapi kau tidak marah ataupun bertanya alasannya. Langkah kakimu yang biasanya besar, saat itu kecil karena aku kerap marah-marah karena lelah mengikutimu. Kau bahkan tidak mengeluh saat kuajak berjalan diatas sneakers mu. Tidak sepatah kata kau ucapkan, hanya anggukan dan diam, atau sebuah senyum kecil yang keluar dari wajahmu. Memang selalu seperti itu caramu menghadapiku. Bahkan kau tidak menikmati segelas kopi yang kau suka karena aku membencinya. Donat yang tidak biasa menyentuh bibirmu pun dengan lincah menari di dalam mulutmu. Kau tidak banyak berucap saat bersamaku. Aku pun terbiasa dengan tatapan dan bahasa tubuhmu yang tidak banyak namun selalu berhasil kuartikan. Senyum itu, dan, mata itu. Dua hal yang sangat kusuka darimu, walaupun jarang kutemui bahkan setelah berjam-jam bersamamu. Menjadi sebuah pertanyaan yang berlarut-larut tentang sikapmu setiap bertemu d

Safe and Sound

I remember tears streaming down your face When I said, "I'll never let you go" When all those shadows almost killed your light Suatu hari aku berjalan melewati sebuah lembah. Kau ragu dan sembunyi di balik badanku. Hatiku bertanya bagaimana perasaanmu, saat tahu bahwa lembah ini tidak ada ujungnya. Kau menatapku nanar. Matamu seakan mengatakan semua yang perlu kau katakan.  I remember you said, "Don't leave me here alone" But all that's dead and gone and passed tonight Saat rembulan datang untuk menemuimu, semua binatang menepi seakan ingin tahu. Warna merah di hidungmu cukup menggambarkan betapa kejamnya malam itu. Dan saat mereka menyuruhku untuk pergi, tanganmu langsung mengait tanganku. Kutatap dalam-dalam kedua bola matamu, ada temanmu yang menari dengan senangnya disana. Takutmu, ragumu, khawatirmu, mereka tertawa. Just close your eyes The sun is going down You'll be alright No one can hurt you now Come morning light You and I'

Interogasi

“Bukan aku!” Suatu malam di sebuah rumah di Seoul, terjadi keributan secara tiba-tiba. 13 pasang mata saling melemparkan pandangan satu sama lain. Semenjak 30 menit yang lalu, mereka sudah mulai berteriak satu sama lain. Hawa di Seoul saat itu sangat dingin, kontras dengan hawa di dalam ruangan berisi sekumpulan pemuda yang tinggal bersama selama lebih dari lima tahun. “Kan aku sudah bilang, aku tidak mungkin melakukan itu!”, seru pemuda bermata sipit dengan rambut berwarna abu-abu. Dia duduk di sebuah sofa dan dikelilingi oleh 12 pemuda lainnya. Tatapan tajam dari belasan pasang mata seakan-akan menusuk kepalanya. “Hoshi, mengakulah.”, kata pemuda ber-rambut panjang sebahu. “Hyung, aku bersumpah itu bukan aku. Kenapa kalian tidak percaya padaku?”, seru Hoshi sambil menghempas kedua tangannya karena frustasi. “Kau tidak pandai berbohong, Hoshi. Semua sudah terlihat di wajahmu. Sudahlah mengaku saja.”, pemuda berparas tampan dan yang tertua diantara yang lain berusaha membuju