Kutukan Keju
Lampu di sebuah kamar kecil menyala terang bak kunang-kunang yang sedang berlomba menerangi kegelapan. Buku-buku pelajaran yang membosankan berserakan di atas kasur. Bercampur dengan segala macam barang-barang tidak berguna milik seorang bocah yang kurang peduli terhadap kebersihan. Andy mendesah malas sambil membolak-balik halaman bukunya. Ia sudah terlalu kesal dan benci dengan nama-nama aneh yang ada di buku Sejarahnya. Sesekali Andy mengeluh secara acak di dalam hatinya. Hidup sudah susah, kenapa harus menambah susah dengan membuat nama aneh yang sama sekali tidak bisa dilafalkan oleh lidah-lidah anak muda? Andy memang suka mengeluhkan hidupnya yang menurutnya sangat membosankan. Belum lagi ia setiap hari harus mendatangi sebuah gedung besar, tempat untuk membunuh anak-anak dengan tulisan-tulisan dan angka-angka yang tidak jelas. Semua itu memang terdengar sangat mengerikan. Apalagi Andy yang setiap hari harus duduk di tempat parkir sepeda untuk makan siang. Itu lebih mengerikan lagi.
Andy tidak konsentrasi malam itu. Sebenarnya ia memang tidak pernah konsentrasi. Tetapi, malam ini berbeda dengan malam-malam yang biasanya. Pasalnya, besok ia harus membersihkan seluruh lantai kelas menggunakan sebuah tongkat panjang yang punya rambut kasar dan tajam di salah satu ujungnya, ditambah ia harus membersihkan bagian bawah meja yang penuh dengan permen karet. Bayangkan saja betapa mengerikannya hidup Andy. Dan tentu saja, ia akan selalu mengeluh. Padahal itu hanyalah piket.
***
“Hai, Laura.” Sapa Andy berharap Laura melihatnya. Dan… tidak. Laura hanya berjalan lurus tanpa melirik ke arah Andy sedikit pun. Pupus sudah harapan Andy untuk bisa bertatapan muka dengan Laura, gadis tercantik di sekolahnya. Andy sangat menyukai Laura. Tapi semakin Andy menunjukkannya, semakin Laura tidak peduli terhadapnya. Dan akhirnya cinta Andy selalu bertepuk sebelah tangan.
“Beraninya kau menggoda pacarku, pendek!” bentak seseorang di belakang Andy. Andy tahu suara itu, suara yang sangat besar dan menggelegar. Dengan terpaksa, Andy membalikkan badannya. Sebenarnya ia malas terus berurusan dengan preman sekolahnya itu. Tapi ia sudah terlanjur masuk ke dalam “urusan” itu, jadi ia harus menerima konsekuensinya.
“Oh, hai Rod!” sapa Andy menantang. Memang badan Andy jauuuuh lebih kecil dibanding badan Rody. Tapi ia memang suka menantang orang. Walaupun niat Andy hanya iseng-iseng, tapi keisengannya itu selalu berujung pada persoalan yang merugikan dirinya sendiri. Sudah begitu, Andy tidak pernah kapok untuk melakukan ke-isengannya itu.
“Kau mau main-main, pendek? Baiklah.”
Rody menarik kerah seorang bocah yang sedang lewat di sebelahnya. Kemudian Rody mengambil nampan berisi makanan yang dibawa bocah tadi. Andy sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi, tetapi entah kenapa ia tak bisa melakukan apa-apa. Rody tersenyum kemudian melempar nampan yang ada di tangannya ke arah wajah Andy. Tidak terima di lecehkan, Andy membalas dengan melempar sampah dari bak sampah yang ada di sebelahnya. Jadilah perang lempar-melempar sampah di koridor sekolah antara Andy dan Rody. Semua siswa bergerombol untuk menyaksikan tontonan gratis ini. Mereka bersorak mendukung Rody. Tentu saja Rody, untuk apa mendukung Andy yang badannya kelewat kurus itu? Begitulah pikir semua siswa di sekolah Andy. Bahkan menurut Andy, ia sendiri memang seorang pecundang tingkat tumpukan sampah paling bawah. Tapi, Andy tidak seburuk itu. Ia juga punya kelebihan, ia tetap percaya diri walaupun dirinya sendiri berpikir kalau ia itu pecundang.
Rody menarik kerah seorang bocah yang sedang lewat di sebelahnya. Kemudian Rody mengambil nampan berisi makanan yang dibawa bocah tadi. Andy sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi, tetapi entah kenapa ia tak bisa melakukan apa-apa. Rody tersenyum kemudian melempar nampan yang ada di tangannya ke arah wajah Andy. Tidak terima di lecehkan, Andy membalas dengan melempar sampah dari bak sampah yang ada di sebelahnya. Jadilah perang lempar-melempar sampah di koridor sekolah antara Andy dan Rody. Semua siswa bergerombol untuk menyaksikan tontonan gratis ini. Mereka bersorak mendukung Rody. Tentu saja Rody, untuk apa mendukung Andy yang badannya kelewat kurus itu? Begitulah pikir semua siswa di sekolah Andy. Bahkan menurut Andy, ia sendiri memang seorang pecundang tingkat tumpukan sampah paling bawah. Tapi, Andy tidak seburuk itu. Ia juga punya kelebihan, ia tetap percaya diri walaupun dirinya sendiri berpikir kalau ia itu pecundang.
Perang lempar sampah masih berlanjut. Bahkan sampai bel berbunyi dan guru-guru mulai menyadari kalau semua muridnya sedang asyik menonton perang dunia ke 3.
“STOP! STOP! STOP!”
Semua siswa yang tadinya bersorak sorai langsung terdiam saat Bu Eiren berteriak mencoba menghentikan kejadian memalukan ini. Andy otomatis diam kaku di tempatnya, dengan tangan yang masih menggenggam sampah, dan baju penuh bekas saus.
“Andy, Rody, kantorku. SEKARANG!” Bu Eiren berteriak sangat keras sampai urat nadi di lehernya menonjol seakan ingin keluar dari tubuhnya.
Andy dan Rody berjalan mengikuti Bu Eiren sementara anak-anak lain berseru kecewa karena pertunjukkan telah usai. Andy dengan pedenya berpikir kalau ia tidak akan dihukum, karena yang memulai semuanya itu Rody. Tapi ternyata, ia juga ikut-ikutan terkena hukuman. Awalnya sih hukuman Andy hanya harus membuang sampah sepulang sekolah selama seminggu. Tetapi, karena Andy terus mengeluh dan bilang kalau ia tidak terima, akhirnya Bu Eiren menambah hukuman Andy. Andy harus menyapu seluruh lapangan di sekolahnya setiap pulang sekolah selama sebulan penuh! Bayangkan saja! Itu artinya Andy harus bertarung melawan teriknya matahari selama sebulan penuh! Ahh... sementara itu Rody mendapat hukuman yang sama, bedanya, Rody harus menyapu seluruh lantai di dalam sekolah selama sebulan penuh. Sebenarnya tidak ada masalah sih, tetapi Andy tidak terima karena Rody tidak perlu panas-panasan seperti dia. Andy hanya bisa pasrah.
***
Haruskah Andy melarikan diri dari tugas menyapu halaman pada hari ke 2 ini? Ia sudah tidak tahan dengan panasnya terik matahari yang membakar kulitnya. Ekhm, oke, hari ini mendung jadi tidak ada matahari. Tapi bagi Andy sama saja! Andy memang “sok” sensitive terhadap kulitnya yang putih itu.
Andy menyapu sekali lagi. Ia berencana untuk pergi diam-diam dan nyelonong dari tugas wajibnya itu. Saat tiba-tiba dengan tidak sengaja ia menginjak keju busuk yang tergeletak di tanah.
“Eeewwww!” seru Andy saat mengangkat kakinya. Sebagian dari keju itu lengket di sepatu Andy. Dan yang menurut Andy paling menjijikkan adalah, keju itu mengeluarkan lendir aneh saat diinjak.
“Tidaaakkk!” seru seseorang saat Andy sedang berusaha membersihkan sepatunya.
“Theo? Sedang apa kau disini?” tanya Andy sambil mendesah gara-gara keju di sepatunya ini sangat lengket.
“Kau dalam masalah besar, Android.” Theo yang mukanya mirip orang Afrika itu memandangi keju yang lengket di sepatu Andy.
“Namaku Andy.”
“Aku lebih suka memanggilmu Android.” Seru Theo sambil tersenyum. Dan detik selanjutnya, ekspresinya berubah menjadi kaget sambil terus memandangi keju busuk itu.
“Ada apa?”
“Kau sudah menginjak keju busuk itu. Itu artinya, kau terkena kutukan keju!” seru Theo seraya menunjuk Andy dengan mata yang membulat.
“Kutukan… keju?”
“Ya! Jika kau menyentuh keju busuk yang tergeletak di jalanan, ataupun dimana saja, kau akan terkena kutukan keju!”
“Lalu apa sebenarnya kutukan keju itu?” tanya Andy penasaran. Ia santai-santai saja karena menurutnya ini semua konyol.
“Jika kau terkena kutukan keju, itu berarti kau harus selalu membersihkan lapangan tempat kau menginjak keju itu seumur hidupmu!” kata Theo yang sepertinya membuat Andy sedikit ngeri.
“Ahah-ha-ha, tidak mungkin.” Kata Andy gugup.
“Itu benar. Dan jika kau tidak membersihkan lapangan ini seumur hidupmu, semua orang akan tahu dan kau akan menjadi orang yang tersingkirkan. Tidak akan ada yang mau mendekatimu. Bahkan melihatmu saja tidak akan ada yang mau. Jadi, kusarankan, sebaiknya kau membersihkan lapangan ini seumur hidupmu.” Jelas Theo panjang lebar. Andy dengan mudah mempercayai kata-kata Theo. Ia langsung membersihkan lapangan dengan cepat dan terburu-buru. Takut jika ada orang yang mengetahui kalau ia sudah terkena kutukan keju. Sementara itu, Theo pergi dengan mata yang masih membulat.
Besoknya, Andy berjalan di koridor sekolah dengan berhati-hati. Siapa tahu tiba-tiba seorang bocah berteriak, “Lihat! Itu Andy si bocah terkutuk!” lalu semua orang yang ada di dekatnya berlari menjauhinya. Andy selalu bergidik setiap memikirkannya.
“Hai, Andy!”
“HAAH!” Andy berteriak kencang saat seseorang menepuk bahunya.
“Ada apa?” tanya Theo. Anak itu ikut-ikutan kaget mendengar Andy berteriak. Matanya membulat. Sebenarnya sih mata Theo selalu membulat, itu karena matanya belo. Yah, tidak mungkin kan kalau matanya persegi, ataupun segitiga.
“Kau mengagetkanku.” Andy mendengus kesal. Namun ia ingat kejaian kemarin. saat Theo menceritakan mitos keju busuk berlendir itu. Tadi malam saja Andy tidak bisa tidur karena terbayang-bayang lendir yang lengket disepatunya. Ew. Menjijikkan.
“Sepulang sekolah nanti kau mau kemana?” tanya Theo santai. Andy mengerutkan dahinya, apa ia sudah lupa tentang mitos yang ia bicarakan kemarin? Padahal kemarin Theo sendiri yang bilang kepada Andy untuk membersihkan lapangan sepulang sekolah seumur hidupnya. Agar ia tidak menjadi orang yang tersingkirkan. Hoaah… ini semua gara-gara keju busuk sialan itu.
“Kau tahu kan aku harus membersihkan lapangan sepulang sekolah nanti. Kalau tidak…” Andy tidak melanjutkan kalimatnya. Ia ngeri sendiri mengingat kata-kata “orang yang tersingkirkan”. Bagaimana tidak ngeri? Bahkan orang-orang tidak akan ada yang mau melihatnya seumur hidup. Itu berarti Laura juga tidak akan meliriknya sekali pun! Oh, kalau itu sih memang sudah biasa. Tapi, hanya saja Andy tidak mau Laura tahu bahwa ia sudah terkena kutukan keju.
“Benarkah? Oh iya, aku lupa!” seru Theo sambil menepuk dahinya sendiri. Menurut Andy, Theo itu orang teraneh yang pernah ia temui. Walaupun sepertinya Theo itu lebih tahu segalanya ketimbang Andy, tapi Theo tetap di cap sebagai orang aneh oleh Andy.
Theo berjalan meninggalkan Andy yang mesih memandangnya bingung. Tentu saja Theo pergi dengan mata yang membulat. Matanya kan memang bulat. Dan dia memang aneh.
***
Setiap hari di telinga Andy masih terngiang kata-kata Theo tentang keju itu. Andy sudah berusaha sekuat tenaga untuk terus membersihkan lapangan basket tempat dia menginjak keju busuk itu. Sudah dua bulan, dan dia masih terus pasrah membersihkan lapangan basket itu. Sebenarnya Andy sudah lelah dengan semua ini. Tapi mau bagaimana lagi? Daripada semua orang menjauhinya. Andy bisa membayangkan bagaimana kalau ia tidak membersihkan lapangan basket. Saat dia ingin belanja pasti orang-orang akan berlari sambil berteriak-teriak tidak jelas karena melihat mukanya. Atau saat dia masuk ke kelas untuk belajar. Teman-teman dan gurunya pasti akan berhamburan keluar kelas, dan akhirnya Andy sendiri lagi. Sebenarnya ada sedikit keuntungan sih untuk Andy. Dia tidak lagi perlu mengantri untuk membayar di kasir bahkan dia tidak perlu mempelajari buku-buku menyebalkan itu. Tapi… apa mungkin dia akan tahan dengan semua itu?
Lama-lama Andy terbiasa untuk membersihkan lapangan setiap pulang sekolah. Hukumannya sudah habis dua bulan lalu, tetapi dia tentu saja harus tetap membersihkan lapangan sialan itu. Bahkan saat Bu Eiren bertanya kenapa Andy masih terus melanjutkan hukumannya, Andy hanya berkata,”Ekhm, menurut saya lapangan ini masih kotor, bu. Tidak apa-apa kan?”. Bu Eiren hanya mengerutkan alisnya. Apa mungkin hukuman yang diberikannya sudah meresap ke dalam Andy? Andy si Bocah Pemalas itu?
Andy sudah terlalu banyak mengeluhkan tentang nasibnya yang ‘menurutnya’ sangat malang. Ia berencana untuk membuktikan kebenaran dari Kutukan Keju itu. Kalau sampai mitos itu tidak benar, ia bersumpah untuk tidak membersihkan apapun seumur hidupnya!
Akhirnya, Andy memutuskan untuk bertanya kepada ibunya.
“Bu, apa mungkin orang akan menjauhi kita setelah kita menginjak keju?” tanya Andy di suatu minggu pagi yang cerah.
“Itu konyol.” Jawab ibu Andy singkat sambil terus melanjutkan membaca buku resepnya.
“Apakah ibu tahu sesuatu tentang… Kutukan keju?” Andy dengan ragu berusaha menanyakan sesuatu yang selama 2 bulan ini cukup mengganggunya.
“Kutukan keju?”
“Ya. Apa ibu tahu kutukan keju?” tanya Andy berusaha mengorek fakta tentang kutukan keju menyebalkan itu.
“Apa persisnya kutukan ini?” pertanyaan balik ibunya itu membuat Andy mendengus kecewa. Tentu saja ibunya tidak tahu. Ibunya itu kan sehari-hari selalu berada di dapur. Bagaimana bisa tahu tentang kutukan keju?
“Kata Theo… Kalau kita menginjak keju yang tergeletak di pinggir jalan, kita akan terkena kutukan keju.” Kata Andy berusaha mengingat kata-kata Theo beberapa bulan yang lalu.
“Lalu apa kutukannya?”
“Setelah kita menginjaknya, kita harus membersihkan lapangan tempat kita menginjak keju itu seumur hidup kita.”
“Kalau tidak?”
“Kita akan menjadi orang yang tersingkirkan.” Kata Andy.
“Apa kau menginjak keju itu?” tanya Ibunya.
“Hmm… Ya.”
Andy menelan ludah. Seharusnya dia tidak memberitahu ibunya kalau dia sudah menginjak keju itu. Bagaimana nanti kalau ibunya juga ikut menjauhinya? Aaaa Andy tidak mungkin tahan kalau ibunya juga ikut-ikutan menjauhinya! Siapa nanti yang membuatkan makanan untuk sarapan dan makan malam? Siapa nanti yang membereskan kamarnya kalau sedang berantakan? Tidak! Seharusnya Andy tidak bilang ya!
“Benarkah?” kata Ibu Andy. Kali ini matanya melirik ke Andy, tidak lagi menekuni buku resepnya. Lirikannya terlihat lebih fokus di bawah kaca mata kotaknya. Seperti sedang mencari kebenaran dari anak bungsunya itu.
“S-sebenarnya t-tidak!” seru Andy berusaha meyakini ibunya.
Ibu Andy yang mendengar pernyataan “tidak jujur” dari anaknya itu kemudian melepas kacamata kotaknya. Dia lalu memastikan duduknya nyaman dan mulai menasehati anaknya.
“Andy, biar ibu beritahu satu hal. Sesuatu yang tidak ada buktinya, belum tentu benar. Seperti kutukan keju konyol itu, apa masuk akal saat kita menginjak keju kita harus membersihkan lapangan seumur hidup? Apa ada hukum tentang itu? Apa keju itu yang menyuruhmu membersihkan lapangan seumur hidupmu? Tidak, kan?” jelas Ibu Andy panjang lebar. Andy terdiam sejenak. Mencoba meresapi kata-kata ibunya. Dan begitu dia memahami kata-kata ibunya, dia mengumpat dalam hati. Sialan! Theo membohonginya! Huh! Kali ini Andy benar-benar tidak akan membersihkan apapun seumur hidupnya!
“Aku mengerti, Bu.”
“Dan ibu yakin kau pasti bisa belajar dari semua ini.” kata Ibunya. Andy mengerutkan alis sambil melihat ibunya yang kembali menekuni buku resepnya. Belajar dari semua ini? apa maksudnya?
Besoknya, Andy berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun kali ini, dia tidak lagi diliputi dengan perasaan khawatir akan orang-orang disekitarnya yang mungkin tiba-tiba lari menjauh darinya. Dia sudah tenang semenjak ibunya bilang kalau kutukan keju itu tidak benar. Andy benar-benar merasa bebas. sekarang dia bisa menjalani kehidupannya seperti biasa lagi. dan dia mulai berencana untuk menggoda Laura, lagi.
***
Saat pulang sekolah, Andy berjalan menuju lapangan basket dengan senyum di wajahnya. Dia sudah menenteng sapu di tangannya. Dan begitu setengah jalan, dia tiba-tiba berhenti menyapu. Dia ingat, dia seharusnya tidak membersihkan lapangan ini lagi. Dia kemarin sudah berjanji. Tapi entah kenapa dia tadi dengan mudah berjalan menuju lapangan basket untuk mulai bersih-bersih.
Sekarang Andy mengerti kata-kata ibunya, dia bisa terus belajar menjaga kebersihan karena kutukan keju itu. Dia jadi terbiasa untuk membersihkan lapangan itu. Dan mungkin itu tujuan orang membuat mitos tentang kutukan keju itu. Untuk memberi pelajaran kepada anak-anak yang malas menjaga kebersihan.
...
sebenernya cerpen ini cerpen yang aku kirim ke majalah kaWanku. tapi, karena nggak dimuat, aku post ajadeh di blog. thanks for reading!
Comments
Post a Comment
Please tell me what do you think about this post. I would appreciate it alot!
Thankyou!
Love, Rani.