Aku, Mereka, dan Neptunus


Layang Layang

Selain menulis surat dan dihanyutkan perahu kertas, sesekali ingin kucoba menulis harapan di layang-layang. 
Kutulis di kertasnya yang tipis, kurekatkan pada bambu penahannya.
Kuterbangkan layangan itu, biar dia berdansa dengan udara.
Swing atau tango, entahlah.
Benangnya akan kupegang erat,
lalu di saat aku siap, kulepaskan dengan senang hati.
Biarlah layangan harap & doaku pergi.
Meninggi.
Aku tak tahu kemana angin akan menculiknya.
Apakah layang-layang itu akan tersangkut di awan.
Terlilit pada temali diantara lekuk jejeran tiang listrik.
Sembunyi di ranting pohon yang mulai teranggas benalu.
Atau…
Terjatuh di atap rumahmu.
Yang jelas, aku sudah menuliskan inginku di layangan itu.
Semoga terbaca dan aksaranya terselip di iris matamu.
….disitu tertulis juga pesan, aku merindumu.

Layang-layangku, jatuhlah di tanah yang kau ingin tuju.
Jakarta, 19 Desember 2011
-Rahne Putri

Memang akhir-akhir ini aku menemukan kesamaan diriku yang ada pada orang lain. Atau kesamaan orang lain yang ada pada diriku, yah itu sama saja. 
Tetapi yang membuat hatiku terus bertanya, apa mungkin kisahku akan sama dengan mereka? 
Apa mungkin alur hidupku sama dengan yang mereka gambarkan di dalam novel-novel best seller di toko buku
Apa mungkin akhir ceritaku akan manis seperti itu? 
Aku  tidak tahu kapan akan dimulai, dan kapan aku dapat merasakannya. Yang kutahu, aku tidak akan pernah tahu. 
Sudahlah.
Pintaku hari ini: semoga perjalananku akan lebih manis dibanding punya saudaraku yang-juga-anak buah-Neptunus. Walaupun aku jarang mengirim laporan kepada ayahnya Percy, setidaknya aku selalu dekat dengannya, dengan yakin kalau ada laut di dekatku. 
Salamku, dengan tetes embun di tanganku, 
Nurika Ramadhani. 

Comments

Popular posts from this blog

A Cold Starry Night

A New Temporal Wave

Safe and Sound