The Lost Hero


Ingat Rick Riordan? Tidak? Mungkin nama ini bahkan terdengar asing kalau kalian bukan pecinta novel. Akan tetapi kalau saya menyebut nama “Percy Jackson” beberapa dari kalian yang moviegoers pasti langsung ngeh. Rick Riordan tidak lain tidak bukan adalah penulis yang telah menyelesaikan pentalogi (benar ga ya istilahnya) Percy Jackson, diakhiri dengan dirilisnya The Last Olympian tahun lalu. Saat saya selesai membaca buku tersebut saya menyangka bahwa ini adalah akhir dari saga panjang Percy Jackson dan kawan-kawannya. Maklum saja; The Great Prophecy yang berujung pada Titan War sudah usai, Gunung Olympus tempat tinggal para Dewa Yunani pun masih berdiri setelah mengalahkan Kronos dan abdi-abdinya, bahkan para dewa pun berjanji takkan lagi menelantarkan anak-anaknya…
Tetapi kedamaian hanya berlangsung untuk sekejab saja. Dunia mitologi kembali bergolak dan tiga pahlawan Demigod muda bakalan mengambil alih peranan Percy Jackson dalam The Great Prophecy yang kedua.
Ketiga pahlawan ini adalah:
1. Jason, seorang bocah yang mengalami amnesia dan tidak ingat kehidupannya sebelum mendadak terseret dalam perang mitologi.
2. Piper, gadis pacar Jason yang kebingungan kenapa sang pacar mendadak saja hilang ingatan dan tidak ingat sama sekali kepadanya.
3. Leo, anak dari dewa api yang memiliki kemampuan mengutak-atik segala jenis mesin.
Berbeda dengan Percy Jackson yang keseluruhan kisahnya diambil dari sudut pandang orang pertama (Percy), The Lost Hero yang adalah buku pertama kronologi The Heroes of Olympus ini mengambil sudut pandang orang ketiga terbatas secara bergantian. Masing-masing karakter utama mengambil dua chapter untuk mengisahkan cerita dari sudut pandang terbatas mereka diawali dari Jason, Piper, Leo, dan kembali lagi ke Jason.
Cara penceritaan yang seperti ini sebenarnya unik dan membuat sang penulis lebih bebas menunjukkan dunia kepada pembaca. Dalam satu bagian misalnya dikisahkan Piper tertangkap musuh sementara di chapter berikutnya Leo mengisahkan bagaimana ia membebaskan Piper. Bandingkan dengan Percy Jackson yang cenderung statis mengisahkan dunia melalui pandangan sang bocah Poseidon itu.
Akan tetapi ini tidak berarti pola penceritaan seperti ini tidak memiliki kelemahan. Kelemahan utama yang saya rasakan adalah beberapa momen-momen penceritaan yang kurang tepat sudut pandangnya. Maksudnya begini, ada satu chapter yang sebenarnya penuh berkisah mengenai Jason tetapi sudut pandangnya malah dari Leo. Ini mengecewakan bagi saya karena saya ingin tahu bagaimana pergolakan perasaan Jason saat ia mengalaminya – bukan bagaimana perasaan Leo yang menonton lantas menebak perasaan Jason.
Kelemahan kedua adalah kurang konsistennya satu chapter ke chapter yang lain. Saya salut karena Rick Riordan mampu menjadikan setiap karakter sama menariknya satu sama lain (semua memiliki pergumulan pribadi dalam diri mereka masing-masing) tetapi kadang skenario karakter A dan karakter B tidak bergerak dalam pacing yang sama. Jason menarik di awal tetapi kedodoran di akhir, Piper konsisten tetapi agak lemah di tengah sementara Leo membosankan di awal tetapi memiliki konklusi paling apik di akhir. Semoga saja dalam buku berikutnya: Son of Neptune, Rick Riordan bisa mengatasi masalah ini. Dan semoga juga point of view dalam novel dibatasi saja tiga – jangan terus menerus bertambah.
Mengingat The Lost Hero tidak bersetting terlalu lama jaraknya dengan akhir The Last Olympian, wajar kalau banyak karakter-karakter lama dari saga sebelumnya seperti Annabeth Chase, Thalia Grace, sampai Rachel Dare kembali nongol. Untung saja keberadaan mereka lebih bersifat sebagai pelengkap dan pendukung quest tiga Demigod baru ini sehingga para karakter baru tetap bisa bersinar. Lantas bagaimana dengan Percy Jackson sendiri? Saya tidak mau spoiler tetapi judul buku berikutnya tentunya sudah bisa menjadi petunjuk bagi para pembaca sekalian.
So my verdict is… terlepas dari sedikit kelemahan di sana-sini, The Lost Hero adalah sebuah novel yang benar-benar memaku perhatianku dari awal hingga akhir. Sungguh amat senang bisa kembali bertemu dengan para Demigod dan dewa-dewa Olympus lagi.
(source: tukangreview.com)

Comments

Popular posts from this blog

A New Temporal Wave

Safe and Sound

A Cold Starry Night